Alkisah, di suatu masjid di sebuah dusun yang penduduknya mayoritas berKTP Islam. Beberapa hari sebelum datang bulan Ramadhan, datang seorang santri dengan pakaian khas santrinya, sarung dan peci. Ia datang dari sebuah pondok pesantren yang cukup terkenal di pulau Jawa yaitu ABI (Asrama Bid’ah Indonesia). Maka masyarakat pun kagum, “Pasti orang ini orang yang berilmu.”
Sang santri diutus oleh kyainya untuk magang berda’wah di dusun tersebut karena masyarakatnya yang masih jauh dari ajaran Islam, ia datang atas permohonan ta’mir masjid dusun itu. Maka ketika bulan Ramadhan tiba, santri ini mulai mengimami shalat wajib, tarawih, mengisi kultum, dan juga memimpin tadarus Al-Qur’an yang diikuti para remaja.
Pada malam hari, kurang lebih jam 2.30 ia bangun untuk beribadah. Dengan berniat “Nawaitu ...............” ia segera berwudhu dan mengenakan sarung untuk melaksanakan ibadah malamnya dengan khusu’. Segera ia menghidupkan amplifier masjid dan memegang microphone. Dengan niat yang tulus dan khusu’ ia segera melantunkan “ibadah”nya. Nyanyian demi nyanyian ia kumandangkan dengan merdu memecah keheningan malam.
“Kuluuuuuuu................. wasyrabuuuuuuuu...............”
Demikian sebagian lafal yang ia bacakan yang kurang lebih bermakna: “Makanlah kamu semua dan minumlah kamu semua!” Ia bermaksud membangunkan warga masyarakat untuk makan sahur, walaupun masyarakat yang tidak puasa lebih banyak daripada yang tidak.
Demikianlah hari demi hari, santri ini melaksanakan tugasnya “berda’wah” di masjid itu.
Warga masyarakat yang awam dengan ilmu agama selalu menganggap bahwa apa yang dilakukan santri itu adalah benar, karena ia belajar dari kyai, kyai adalah ulama’, dan ulama’ adalah pewaris para nabi.
Mereka tidak pernah bertanya dan belajar mengapa ia melakukan ini dan itu, mereka tidak pernah pengin tahu apa yang diajarkan santri itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah atau tidak. Yang ada di dalam benak mereka adalah ia pasti benar, pasti baik.
(Cerita ini berdasarkan kisah nyata. Kesamaan tempat, ciri, dan kejadian adalah disengaja. Untuk Mas Santri ABI: Jangan marah yaa!)
Ada sesuatu yang perlu kita perhatikan bersama dari kisah di atas. Umat Islam sekarang ini begitu jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya, jauh dari orang yang berilmu yang sebenarnya. Mereka menanggap “ulama’” orang yang pada kenyataannya kurang paham ajaran Islam. Mereka mengikuti ajaran ulama’ mereka dengan patuh, tanpa ada sedikitpun sikap kritis terhadap ajaran itu. Dan ketika datang kepada mereka orang yang mengajak kepada ajaran Rasulullah, mereka menyangka bahwa ajaran ini salah dan yang benar adalah yang diajarkan ulama’ mereka.
Sedemikian jauhnya umat dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, sehingga mereka tidak bisa lagi membedakan mana ulama’ yang sesungguhnya dan ulama’ yang jadi-jadian.
Semoga Allah memberi hidayah kepada kita, saudara-saudara kita, tetangga kita, serta para kyai dan santri pondok pesantren ABI. Amin.
love yout book AL BID'AH AL HASANAH. FAHIMTU FAHMAN. GOD BLESS U AND ALL AHLU SUNNAH
BalasHapus